Benarkah Informasi Kasus Perceraian Tak Boleh Dibuka ke Publik?

3 November 2025

Kasus perceraian pasangan pesohor selalu menjadi santapan panas warganet dan media infotainment. Namun, baru-baru ini, isu perceraian pasangan pesohor meninggalkan diskursus hukum yang layak untuk didedah.

Mulanya, seorang pesohor sekaligus podcaster ternama nasional mengunggah video di akun Instagram pribadinya, mengomentari kabar terkait isu perceraiannya. Namun di dalam video tersebut, sang pesohor menyoroti hak dan kewenangan Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang berbicara ke awak media soal status perkara perceraiannya.

Ia menilai pengadilan seharusnya tidak membuka ke khalayak perkara perceraian karena bersifat privat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989. Karenanya, menurutnya, perbuatan PA Jaksel dinilai melanggar aturan.

Di sisi lain, Juru Bicara PA Jaksel juga menanggapi dengan menyatakan bahwa tidak seluruh informasi dalam pengadilan bersifat rahasia atau tertutup. Adapun informasi yang boleh diungkap pihak pengadilan ke publik diklaim terkait informasi register perkara, statistik perkara, jenis perkara, tahapan perkara, hingga proses penanganan perkara.

Pengadilan menilai yang tidak boleh diungkap dalam kasus perceraian yakni seputar materi perceraian. Hal ini hanya bisa dibuka di hadapan majelis hakim, dengan begitu, persidangan berlangsung tertutup.

Perceraian merupakan hal yang terjadi tak cuma di kalangan pesohor, tetapi biasa terjadi pula di masyarakat umum. Banyak faktor melandasi perceraian; seperti ekonomi, kehadiran orang ketiga, ketidakcocokan pasangan, kekerasan dalam rumah tangga, dan masih banyak lagi.

Perceraian merupakan berakhirnya hubungan sebagai suami dan istri. Baik dari pihak suami, maupun istri, dapat mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan. Untuk pasangan yang beragama Islam, gugatan dilayangkan ke Pengadilan Agama, sedangkan bagi pasangan non-muslim, gugatan dapat didaftarkan di Pengadilan Negeri.

Data Badan Pusat Statistik 2025 mencatat, kasus perceraian pada tahun 2024 mencapai 394.608 kasus. Adapun penyebab tertinggi terjadinya perceraian adalah karena perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus, yakni sebanyak 251.125 kasus.

Indonesia memiliki sejumlah aturan hukum yang mengatur tentang perceraian, meliputi UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang umum digunakan, serta Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang khusus bagi umat Islam.

Selain dasar hukum tersebut, ada juga aturan pelaksana yang mengatur tentang perceraian, diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974.

Lantas, bagaimana ranah privat dan publik dalam sebuah perkara perceraian di pengadilan?

Ada yang Tidak Diperkenankan Diakses Publik

Advokat Donny Alamsyah dari Sheyoputra Law Office Jakarta menyatakan secara normatif, sesungguhnya seluruh perkara perceraian baik di Pengadilan Agama (bagi Muslim) maupun Pengadilan Negeri (bagi non-Muslim) memang tidak diperkenankan untuk diakses oleh publik.

Itu sebabnya, pada setiap pengadilan yang memiliki Sistem Informasi Penelurusan Perkara (SIPP) yang dapat diakses secara daring, tidak pernah memuat nama atau identitas para pihak yang bercerai.

“Identitas mereka pasti disamarkan, demikian juga isi atau substansi surat gugatan perceraiannya baik alasan perceraian (posita) maupun tuntutan yang diminta (petitum),” kata Donny kepada wartawan Tirto, Sabtu (1/11/2025).

Kendati begitu, kata dia, persoalannya menjadi sangat berbeda ketika perkara perceraian terjadi pada pesohor atau figur publik. Terutama, jika salah satu, atau keduanya, sudah mengumumkan sendiri baik kepada media massa maupun di media sosial tentang keputusan untuk berpisah, mengakhiri perkawinan, atau bercerai dengan alasan apapun.

Karena informasi kehidupannya dinantikan dan dipantau warganet, pengumuman yang dibuatnya pasti akan melahirkan rasa tanda tanya di kalangan publik yang sangat luas, akibat rasa penasaran.

Tak jarang, menurut Donny, perkara perceraian pesohor akan membuat humas pengadilan berada pada posisi yang sulit. Apalagi, ketika salah satu atau kedua pihak yang bercerai sudah lebih dulu berkoar-koar ke publik.

Terlebih, jika urusan perceraian itu menjadi yurisdiksi Pengadilan Agama yang dikenal sangat identik atau setidaknya dekat dengan urusan ibadah, dosa, dan norma religi. Menurut Donny, posisi tersebut memiliki beban tersendiri.

“Pada situasi semacam ini, jika public figure itu telah mengumumkan perceraiannya, sangat mungkin Humas Pengadilan Agama berpikir bahwa sudah tak ada gunanya menutupi keberadaan gugatan cerai ini atau menyembunyikannya kepada publik,” terang dia.

Maka, dalam perkara perceraian, yang termasuk dalam batasan privat adalah substansi atau isi surat gugatan cerai yang memuat posita (alasan bercerai), dan petitum (tuntutan pihak Penggugat).

Selain itu, seluruh kesaksian yang diberikan oleh para saksi juga bersifat tertutup dan tidak untuk diungkap kepada publik. Demikian juga alat bukti lainnya, misalnya, surat atau dokumen tertulis, maupun kesaksian saksi dan ahli, jika para pihak yang terlibat menghadirkan ahli.

Dasar hukum bahwa sidang perceraian bersifat tertutup, terutama dalam perkara perceraian, di mana perkawinan tersebut tunduk pada hukum Islam, adalah Pasal 80 Ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Dasar hukum lainnya adalah Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.

Pasal 80 Ayat (2) berbunyi, “Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup.”

UU Nomor 7 Tahun 1989 memang mengalami perubahan sebagian substansinya dengan diberlakukannya UU Nomor 3 Tahun 2006 dan UU Nomor 50 Tahun 2009, namun prinsip pelaksanaan sidang tertutup dalam perkara perceraian tetap berlaku.

“Substansi perkara perceraian yang sidangnya dilaksanakan secara tertutup menimbulkan konsekuensi bahwa putusan pengadilannya pun tidak boleh dibuka, diakses oleh publik,” terang Donny.

Sementara itu, pengacara publik dari LBH Jakarta, Daniel Winarta, menyatakan bahwa petugas pengadilan yang memberikan informasi apapun kepada awak media atau publik terkait perkara perceraian, merupakan tindakan keliru.

Daniel merujuk pada UU 7/1989 tentang Peradilan Agama yang direvisi oleh UU 50/2009 serta UU Perkawinan, yang menegaskan bahwa sidang pemeriksaan perkara perceraian dilakukan secara tertutup. Dengan begitu, aturan ini termasuk terkait isi, proses persidangan, serta dokumen perkara tersebut.

UU Keterbukaan Informasi Publik juga menyatakan bahwa informasi publik yang mengungkap informasi rahasia seseorang, termasuk kehidupan pribadi, adalah dikecualikan dari keterbukaan.

Bahkan, sekalipun dalam UU Peradilan Agama dinyatakan bahwa Putusan Perceraian dinyatakan dalam sidang terbuka, namun terdapat SK KMA Nomor 2-144/KMA/SK/VIII/2022, yang menyatakan bahwa identitas para pihak harus dikaburkan dalam putusan terkait dengan perkara perkwainan atau sengketa perkawinan, yakni perceraian.

“Jadi, sebetulnya [informasi] dokumentasi mengenai hal tersebut tidak bisa dibuka kepada publik karena bersifat sensitif,” terang Daniel kepada wartawan Tirto, Sabtu (1/11/2025).

Dalam SK KMA Nomor 2-144/KMA/SK/VIII/2022 tentang Standar Pelayanan Informasi Publik di Pengadilan, tercantum bahwa pengadilan harus mengaburkan identitas para pihak yang terkait dengan perkara perkawinan dan perkara lain yang berhubungan dengan sengketa perkawinan.

Pengaturan ini sejalan dengan regulasi mengenai hak atas privasi dan perlindungan diri pribadi serta keluarga yang diatur dalam UUD NRI 1945 serta UU Perlindungan Data Pribadi.

Hak Privasi

Hak atas privasi diatur dalam Pasal 28G ayat (1) UUD NRI 1945 dan Pasal 17 ayat (1) Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik yang diratifikasi oleh UU 12/2005. Di dalamnya disebut bahwa tidak seorangpun boleh dicampuri masalah pribadinya atau keluarganya.

Karenanya, Daniel berpesan juga kepada awak media agar memerhatikan pula Kode Etik Jurnalistik yang menuturkan bahwa wartawan menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadi, kecuali untuk kepentingan publik.

“Maka, perlu diperhatikan suatu hal termasuk dalam kehidupan pribadi seseorang atau urusan publik. Menurut saya, hal perceraian lebih kepada urusan pribadi seseorang dibanding urusan publik,” ucap Daniel.

Pakar hukum perdata Universitas Airlangga, Faizal Kurniawan, menyatakan bahwa perkara perceraian tidak hanya berarti sidangnya tertutup untuk umum, tapi juga mencakup perlindungan terhadap seluruh data pribadi pihak-pihak yang berperkara.

Ia menilai petugas pengadilan tidak seharusnya menyampaikan kepada wartawan atau publik status registrasi suatu perkara perceraian.

Kecuali, informasi tersebut telah diumumkan secara resmi oleh pengadilan melalui sistem informasi publik, misalnya SIPP, tanpa menampilkan identitas para pihak. Maka, salinan putusan perceraian dapat dibuka kepada publik melalui Direktori Putusan, tetapi wajib dianonimkan.

“Dengan demikian, putusan perceraian dapat diunggah pada Direktori Putusan Mahkamah Agung, namun nama para pihak diganti (disamarkan), misalnya menjadi ‘XXXX’,” ucap Faizal, Minggu (2/11/2025).

Menurut Faizal, sidang pemeriksaan perkara perceraian memang dilakukan tertutup sesuai UU Pengadilan Agama. Namun, Pasal 81 UU Pengadilan Agama menyatakan putusan pengadilan mengenai gugatan perceraian diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

Dengan catatan, mematuhi SK KMA Nomor 2-144/2022 yang menegaskan bahwa informasi mengandung rahasia pribadi (rumah tangga, kesehatan, dan anak) tidak boleh dibuka untuk publik.

“Artinya yang termasuk ranah privat mencakup identitas para pihak, isi gugatan dan jawaban, alat bukti dan keterangan saksi, serta riwayat rumah tangga atau hubungan personal,” ujar Faizal.

Source: https://tirto.id/benarkah-informasi-kasus-perceraian-tak-boleh-dibuka-ke-publik-hkUq

Read More

menu