Jakarta – Saat ini tengah ramai diperbincangkan perihal kegiatan Citayam Fashion Week (CFW) yang jadi rebutan para influencer. Para influencer ini berlomba-lomba mendaftarkan merek CFW sebagai hak kekayaan intelektual (HKI) ke Pangkalan Data Kekayaan Intelektual (PDKI) Kemenkumham. Salah satunya yaitu aktor, Baim Wong.
Merek sendiri merupakan identitas suatu produk yang memiliki daya pembeda dengan produk barang atau jasa dagang lainnya. Agar tidak digunakan dan diklaim oleh orang lain, pelaku usaha harus melindungi merek tersebut dengan mendaftarkannya ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham.
Kejadian ini sontak membuat masyarakat geger. Pasalnya, aktivitas ini pada awalnya diinisiasi oleh anak-anak Sudiman, Citayam, Bojong Gede, dan Depok (SCBD) dan dilaksanakan tanpa adanya naungan dari pihak manapun. Di sisi lain, yang menjadi sorotan ialah lokasi kegiatan yang berada di area publik dan terbentuk secara natural, menjadikan sebagian masyarakat beranggapan bahwa aktivitas ini merupakan ruang ekspresi publik dan tidak untuk dikomersialisasikan pihak luar.
Lantas, sebetulnya bagaimana tindakan para influencer yang mendaftarkan suatu kegiatan publik ini menjadi merek sendiri di mata hukum?
Advokat dan Konsultan HKI, Donny A. Sheyoputra mengatakan siapapun berhak mengajukan permohonan pendaftaran suatu merek tertentu. Dengan demikian, secara normatif para influencer ini berhak mengajukan pendaftaran terhadap merek CFW. Meski demikian, perkara apakah permohonan ini akan disetujui atau tidak, itu menjadi tinjauan Kemenkumham.
Untuk lebih lanjutnya, Donny mengatakan aturan tersebut dibahas secara jelas dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Pun syarat dan tata cara permohonan dapat dilihat secara jelas pada Bab III pasal 4 dalam UU tersebut. Tidak ada larangan mengenai pendaftaran dari nama suatu kegiatan publik.
Selanjutnya, pada Bagian Keempat pasal 13 UU tersebut juga disebutkan bahwa permohonan akan diterima dan mulai diproses setelah persyaratan minimum terpenuhi. Persyaratan tersebut antara lain: (a) formulir Permohonan yang telah diisi lengkap; (b) label Merek; dan
(c) bukti pembayaran biaya. Dari syarat inilah, terlihat bahwa siapapun bisa mencoba untuk mengajukan permohonan pendaftaran merek.
Di sisi lain, Donny menambahkan, dalam hukum merek saat ini Indonesia menganut sistem first to file atau siapa yang daftar duluan. Dengan kata lain, merek akan terlindungi apabila telah melakukan permohonan pendaftaran ke pihak yang berwenang yaitu DJKI.
“Sekarang seperti itu. Kalau dulu first to use atau siapa yang pakai duluan itu dia yang punya,” ujar Donny.
Donny mengatakan proses pengajuan pendaftaran nama merek CFW ini akan memakan waktu yang sangat lama. Berbagai prosedur akan dilakukan dalam memastikan apakah pendaftaran merek ini dengan kode kelas barang atau jasa tersebut bisa dilakukan. Pun selama 2 bulan awal ini, tambahnya, dibuka waktu bagi siapapun pihak ketiga yang mau mengajukan oposisi atau keberatan dari pendaftaran merek ini.
“Setelah dua bulan berlalu dan tidak ada yang mengajukan, akan masuk pemeriksaan substantif. Dicek mereknya sudah ada yang punya atau belum dan apakah masih berlaku atau tidak,” ujar Donny.
Dari proses panjang yang bisa memakan waktu 12 bulan inilah, nantinya akan terlihat apakah permohonan ini bisa diterima atau tidak. Pun dalam pasal 20 dan 21 UU tersebut juga dicantumkan beberapa hal yang dapat membuat permohonan pendaftaran merek ini ditolak.
“Permohonan ditolak jika diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik,” bunyi butir ketiga pasal 21 UU No. 20 tahun 2016 itu.
Dengan kata lain, Donny menegaskan kembali siapapun bisa mengajukan permohonan pendaftaran merek namun belum tentu apakah permohonan tersebut akan diterima atau tidak. Lebih lanjut ia menambahkan, yang menjadi persoalan pada masyarakat saat ini ialah lebih kepada isu Citayam Fashion Week (CFW) secara moral.
“Masyarakat tahu yang punya inisiatif pertama yang menciptakan dan memulai ialah para anak-anak itu. Hanya saja mereka tidak mendaftar atau tidak mengerti. Akhirnya ada pihak yang secara finansial lebih kuat dan lebih paham soal merek ini pun mengajukannya,” ujar Donny.
“Masyarakat menghujat karena mereka menilai dia (para influencer) yang bukan menciptakan atau menginisiasi,” tambahnya.
Menurut Donny, akan lebih baik jika pemerintah memfasilitasi para anak-anak Sudiman, Citayam, Bojong Gede, dan Depok (SCBD) agar mampu mendaftarkan merek ini apabila memang CFW ini mau dijadikan sebuah merek. Donny berharap, hal ini dapat membantu para anak tersebut untuk tetap berkreasi sesuai dengan apa yang mereka inginkan.
“Pemerintah memfasilitasi pendaftaran merek untuk mereka. Kan ada seperti program UMKM misalnya. Kalau bisa pemerintah menggratiskan dan menanggung biayanya agar adik-adik ini bisa daftarkan merek karena mereka yang menggagas, sehingga mereka bisa terus berkreasi,” tutur Donny.
Sebagai tambahan informasi, tata cara pendaftaran merek secara lengkap dapat diakses pada laman resmi PDKI Kemenkumham dan laman Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham.
Shafira Cendra Arini
Source: Baca artikel detikfinance, “Pendaftaran HAKI Merek Citayam Fashion Week Bisa Ditolak, Kalau…” selengkapnya https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-6197914/pendaftaran-haki-merek-citayam-fashion-week-bisa-ditolak-kalau.